Ikhlas Berproses di PMII Menjadikan Sukses Masa Depan


Telah disumpah atas negeri Mekah. Kota yang sebagian besar oleh tokoh masyarakatnya menjadi tempat “dihalalkannya” darah Nabi. Menjadikan beliau sebagai kekasih Tuhan yang tidak “gampang”, lagi bersusah payah menjalankan tugasnya untuk memperbaiki akhlak umat manusia seluruh alam.

Penjelasan singkat di atas tercantum dalam tafsir Buya Hamka pada surat Al Balad ayat 1-4. Pada ayat ke 3, Tuhan menjelaskan secara umum dengan kata sumpah bagi setiap makhluk yang beranak dan diperanakkan (orang tua dan anak).

Dalam menjalankan tugasnya sebagai orang tua, tiada waktu tanpa susah payah. Mulai dari merawat anak dalam kandungan, melahirkan, membesarkan, merawat, mendidik, sampai mempersiapkan segala sesuatu untuk keluarga baru si anak. Semua hal itu tidak lepas dari laku “bersusah payah”.

Bagi si anak, ia bersusah payah merangkak, berjalan, belajar, menjawab soal ujian, mencari alasan ketika berbohong, berbuat baik kepada teman, mencari pekerjaan, hingga mencari jodoh yang paripurna. Terlepas perilaku yang dilakukan anak itu baik atau buruk, semua serba susah payah.

Kemudian dalam penjelasan ayat ke-4, Sunnatullah Tuhan berkata: Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan “bersusah payah”. Menurut Buya Hamka, semua jenis manusia, baik itu Rasul, Nabi, dan umat secara umum tidak terlepas dari keadaan bersusah payah selama ia menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.

Dari sini penulis ingin mengajak kepada pembaca dengan satu kesimpulan: anti kemapanan adalah kunci hidup. Bila kekasih Tuhan saja harus berjuang keras untuk menggapai kesuksesan dalam mengemban amanah kenabian, apalagi dengan kita sebagai warga pergerakan (yang hanyalah manusia kelas amatir) dalam menjalankan visi sederhana: Terciptanya pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekan Indonesia. Meminjam bahasa sahabati Nia, pengurus Kopri PMII Al-Kamal : Perjuangan kita haruslah berdarah-darah hingga Allah mengasihani perjuangan kita.

“Jangan terburu-buru” sebagai prinsip pengabdian

KH Bahauddin Nursalim yang akrab dipanggil Gus Baha, menerangkan tafsir Jalalain surah An Nur ayat 55-61 tentang Janji Allah akan kemenangan orang muslim terhadap orang kafir. Pada saat perang khandaq, Nabi Muhammad dawuh bahwa Islam akan menguasai negara Syam (sekarang antara Palestina-Israel), wilayah kekuasaan Romawi. Namun dawuh Nabi baru terealisasi setelah 16 tahun beliau ‘kapundut’, yakni di bawah kepemimpinan Kholifah Umar radiyallahu ‘anhu.

Kemenangan Islam yang dijanjikan Allah oleh Nabi Muhammad tidak begitu saja beliau realisasikan secara tergesa-gesa. Bahkan sampai beliau kapundut, janji Allah tersebut tidak kunjung datang. Beliau rela tidak ikut ‘mencicipi’ kemenangan Islam atas kekuasaan Syam, meski beliau yang menerima langsung janji Allah.

Masih dari keterangan Gus Baha, Imam Bukhori yang hidup di abad ke-2 Hijriyah dalam satu riwayat hadis mutawattir menerangkan, Nabi Muhammad bersabda bahwa akan tiba kemenangan Islam untuk menguasai wilayah Konstantinopel (sekarang Turki). Lagi-lagi Nabi tidak ‘melihat’ wujudnya dawuh beliau karena konstantinopel baru bisa dikuasai orang Islam lewat perantara Raja Fatih pada abad 8 Hirjriyah.

Satu pelajaran penting yang bisa diambil dari junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam dan beberapa sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in: “Tidak Terburu-buru” dalam mengemban amanah.

Begitu pula kita sebagai warga pergerakan, bila banyak kita dapati kader PMII tidak kunjung cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, jangan lantas terburu-buru ditinggalkan. Terus lakukan pendampingan dengan susah payah, dengan satu keyakinan: Kelak para kader PMII akan menjadi manusia yang responsif terhadap berbagai permasalahan di sekitar masyarakat lewat pengamalan ilmu yang didapat dari beberapa forum kaderisasi PMII.

Bila kita tidak banyak mendapati kader PMII yang berbudi luhur, segera seduh kopi dengan satu bungkus rokok Sukun Putih dan cari tempat duduk untuk bertafakur. Jangan-jangan perilaku mereka mencerminkan tindak laku keseharian kita sebagai pemimpin organisasi.

Dimulai dari acuh terhadap nasehat guru, mengabaikan tamu yang berkunjung, membiarkan teman yang sedang kesusahan, dan tidak mau membelikan kopi kepada junior yang sedang diputus cinta hihihi. Tidak disiplin dalam membaca buku, berolah pikir, dan berdiskusi, atau lebih seringnya kita sebagai pemimpin organisasi bangun tidur di setelah jamnya ayam jantan.

Dan yang terakhir, bila kita tidak jadi melihat Cak Imin bersanding dengan Jokowi dalam gelanggang Pilpres 2019, ya jangan pula “terburu-buru” memvonis kederisasi PMII tak mampu melahirkan calon pemimpin nasional. Siapa tahu, kelak (entah 10, 100, atau 500 tahun mendatang) akan muncul calon presiden dari kader PMII hasil olahan kaderisasi PK PMII Al-Kamal Sarang

Hanya dengan bersusah payah dan tidak terburu-buru dalam ber-PMII serta berharap kepada Tuhanlah harapan itu bisa terwujud.

Kontributor: Habibur Rohman

0 Komentar