Perempuan dalam Lingkaran Stigma Negatif


Menjadi seorang perempuan merupakan hal yang memberatkan bahkan tidak mudah dijalani bagi seorang perempuan sendiri. Pernyataan perempuan harus begini dan begitu. Perempuan tidak boleh begini dan begitu. Terlalu banyak tuntutan oleh ekspetasi yang dibuat untuk perempuan. Sehingga mau tidak mau perempuan harus menjalani hidup dengan ekspetasi menjadi 'perempuan' yang telah dibuat oleh masyarakat meskipun bukan atas keinginan perempuan itu sendiri.
 
Seperti halnya perempuan harus didampingi laki-laki agar merasa aman dan terjaga. Karena konstruk sosok laki-laki yang dibuat oleh masyarakat yaitu perkasa dan kuat tahan banting menjadikan laki-laki lebih unggul daripada perempuan. Sedangkan perempuan memang harus dilindungi dan dijaga karena kewajiban laki-laki terhadap perempuan. Konstruk tersebut menyebabkan perempuan menjadi termarginalkan bahkan membuat perempuan tidak bisa apa-apa tanpa laki-laki.

Ketika perempuan dihadapkan pada kondisi untuk pulang pada malam hari, perempuan lebih memilih mencari teman laki-lakinya untuk menemaninya. Karena laki-laki dianggap bisa melindungi dirinya dari orang-orang yang ingin berbuat jahat padanya. Tidak sedikit orang di sekitarnya pun menyarankan hal yang sama yaitu mencari teman laki-laki untuk menemaninya pulang, atau lebih baik menginap saja daripada harus pulang pagi. Tidak segan-segan pula teman laki-lakinya yang menawarkan diri untuk menemaninya pulang supaya tidak ada rasa khawatir dan cemas ketika teman perempuannya di perjalanan pulang pada malam hari. Ditambah lagi penanaman negatif oleh masyarakat bahkan keluarga bahwa "perempuan pulang malam itu bahaya" dan beberapa serangkaian nasihat panjang-lebar tentang bahaya pulang sendirian di malam hari.

Pelabelan negatif dan mengerikan diberikan kepada kondisi 'malam hari'. Yang perlu digaris bawahi adalah 'malam hari' ini dipakai untuk apa dan bagaimana. Kapan dan siapa tidak berpengaruh selama seseorang itu mampu menjaga dirinya sendiri. Memang kejahatan dan segala bentuk kegiatan negatif biasanya dilakukan di malam hari. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan kejahatan dan kegiatan negatif juga dilakukan di pagi, siang, dan sore. Tidak ada batasan waktu untuk menghentikan seseorang melakukan kejahatan dan hal negatif lainnya. Mengapa 'malam hari' yang selalu disalahkan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan?

Laki-laki dianggap memiliki dua kaki yang kokoh untuk menendang musuh dan dua tangan yang kuat untuk menghantam lawan. Badannya yang besar dan kekar pun dianggap mampu mendobrak segala jenis bahaya yang menerpa. Stigma laki-laki lebih kuat. Laki-laki sudah biasa pulang malam. Tidak ada yang berani mengganggu bahkan melecehkan mereka. Laki-laki punya insting alami untuk melindungi. Sehingga alasan tersebutlah membuat perempuan lebih memilih teman laki-laki daripada teman perempuan untuk menemani dan melindungi ketika pulang di malam hari bahkan hanya sekedar membututinya dari belakang. Adanya hak istimewa yang dimiliki laki-laki membuat perempuan masih menggantungkan keamanannya pada kekuatan laki-laki.

Lantas apakah perempuan juga tidak memiliki dua tangan dan dua kaki yang sama dengan laki-laki? Coba hitung, berapa kali perempuan disarankan untuk menggunakan pepper spray sebagai alat untuk mempertahankan diri daripada mencari teman laki-laki untuk melindungi ketika harus pulang malam? Seberapa sering perempuan dibekali keberanian untuk pulang sendiri di malam hari dengan berbagai macam tips menjaga keamanan dan meningkatkan kepercayaan diri untuk pulang sendiri?

Pada kenyataannya, perempuan masih sering menggantungkan dirinya kepada laki-laki. Keamanan laki-laki lebih terjamin dibandingkan dengan perempuan. Karena laki-laki sudah dibekali kekuatan yang tak kasat mata yang bernama patriarki. Dimana perempuan memegang ekspetasi untuk terus berlindung di bawah sayap laki-laki. Padahal perempuan juga dibekali dengan kapasitas dan kekuatan yang sama untuk bertahan hidup dan melindungi dirinya sendiri. Namun lagi-lagi karena ekspetasi sosial membuat perempuan mematikan sifat bertahan untuk berdiri sendiri dan melindungi diri sewaktu-waktu dari serangan musuh.

Masyarakat menganggap feminitas seorang perempuan berasosiasi dengan kesetiaan, rasa pemalu, sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan mendahulukannya dibanding kepentingan sendiri. Demi memenuhi ekspektasi masyarakat akan feminitas dirinya, tidak jarang perempuan memilih mengorbankan karier mereka, atau memilih pekerjaan yang memungkinkan dirinya tetap mengemban tanggung jawab rumah tangga dengan baik, terlepas dari keinginan mereka sebenarnya. Apalagi ketakutan mereka diperparah dengan adanya artikel dan buku yang menyebutkan perempuan pekerja yang benar-benar mengejar kariernya akan susah menikah, atau kalaupun menikah, akan sulit mempunyai dan mengurus anak.

Stigma negatif tentang perempuan yang sukses dan mampu berdiri sendiri karena kata ambisi. Konotasi negatif kata ambisi bagi perempuan ini bisa terjadi berkat konstruksi dalam masyarakat yang tertanam sejak kecil. Kata ambisi memiliki asosiasi dengan sifat egois, membesar-besarkan diri, atau sifat manipulatif demi mencapai kepentingan pribadiPadahal kata ambisi sendiri menurut KBBI adalah keinginan (hasrat, nafsu) untuk menjadi atau memperoleh sesuatu. Jika perempuan yang memiliki ambisi dianggap negatif, lantas mengapa laki-laki yang memiliki ambisi juga tidak dianggap negatif? Toh perempuan dan laki-laki juga manusia, sama-sama memiliki hasrat dan nafsu bahkan kecerdasan intelektual yang sama.

Terkadang perempuan lebih cenderung mau berkompetisi, menunjukkan ambisi, dan mencari afirmasi dari pihak sekitar di lingkungan sesama perempuan dibandingkan harus dihadapkan dengan laki-laki. Perempuan akan menciut mentalnya ketika berhadapan dengan laki-laki karena beberapa alasan yang sudah terulas diatas. Perspektif masyarakat tentang perempuan sukses membuat perempuan sering merendahkan kesuksesannya, dan mengatakan hal itu adalah hanya sebuah ‘keberuntungan’ atau ‘takdir’.

Rhenald Kasali, mengatakan bahwa perempuan Indonesia harus memiliki sifat tertentu agar menjadi pebisnis atau pemimpin sukses, salah satunya sifat tenang. Karena ambisi yang terlalu besar pada perempuan justru akan menjadi bumerang. Ditambah lagi kata pepatah yang mengatakan "Dibalik perempuan sukses ada cinta yang gagal". Pernyataan tersebut membuat perempuan merelakan cita-citanya terkubur dalam-dalam akibat konstruk pemikiran yang dibuat masyarakat di ranah publik.

Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan untuk saling melengkapi tidak untuk saling mendominasi. Setiap individu manusia memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Mengetahui kekurangan masing-masing individu bukan untuk terlihat lemah tetapi untuk menciptakan bagaimana kekurangan mampu menjadi kelebihan. Tugas manusia kepada sesama manusia adalah saling membantu bekerja sama untuk mengelola bumi. Karena manusia adalah 'Khalifah fil Ardh' baik laki-laki maupun perempuan. 

Sebagai sesama perempuan harus saling menguatkan bukan saling menjatuhkan. Karena selain support dari dirinya sendiri perempuan juga membutuhkan support dari eksternal yaitu lingkungannya. Buktikanlah perempuan mampu berdiri sendiri tanpa berkalang di belakang laki-laki tapi bukan berarti perempuan tidak membutuhkan cinta laki-laki.

0 Komentar