Udara setelah subuh begitu dingin di Pondok Pesantren Rohmatul Qur'an. Suara salah satu santri terdengar merdu nan hikmat dan khusyuk' melantunkan ayat-ayat suci Alqur'an. Tetesan embun selalu menyemarakkan peristiwa paska subuh berlalu.Seperti biasa seluruh santri berbondong-bondong menuju mushola untuk melaksanakan shalat subuh. Pagi ini adalah bukan pertama buat Afa berada di Pondok Pesantren Rohmatul Qur'an. Namun, hatinya masih belum bisa menerima bahwa dirinya di sekolah abah nya di sebuah Pondok Pesantren.
Hari ini hari Jum'at, sebagai kegiatan rutin di Pondok Putri Rohmatul Qur'an untuk mengisi hari Jumat adalah ro'an akbar. Istilah yang digunakan untuk aktivitas bersih-bersih bersama. Tercatat jadwal tercetak di mading.
Annur Salah satu temanku bertugas membersihkan kamar mandi 1 dan 2, Alfa bertugas di kamar mandi 3 dan 4, Diva siap mengepel mushola putri dengan tangannya yang gesit, Syifa bertugas menyapu halaman Pondok Pesantren yang penuh dengan kotoran kucing.
"Wah acara kemarin kita awali dengan badan pegal-pegal karena bersih-bersih", kata Syifa
"Ah... Itu kan memang sudah tugas kita, lagian enggak setiap hari", timpal Tifa
"Tapi kemana si Afa ya?.. dia nggak ikut ro'an, jangan-jangan minggu depan kena ta'zir. Padahal Minggu kemarin saja sudah beberapa hari membolos madrasah."
"Kemana perginya anak itu ya?." pikir Annur dalam benaknya.
"Wah itu masih saja tak mau menerima keadaannya. Padahal sebenarnya dia pintar. sayangnya saja sikapnya selalu bikin saya sebel." kata Syifa.
"Husss.... Sudah- sudah, mendingan kita langsung laksanakan tugas kita." Saut Tifa
Lagi-lagi Afa membuat ulah di pondok nya. kali ini dia menghilang dan tidak melaksanakan tugas ro'annya dan ternyata Afa ditemukan dengan asyik membaca novel yang berjudul Harry Potter di kursi tempat jemuran, tempat biasanya para santri menunggu antrian mandi.
Hari terus berlalu. Namun, sikap Afa tak kunjung berubah. Bahkan kini di cap sebagai preman Pondok. Apapun hal buruk yang terjadi, dirinya selalu menyalahkan Abahnya. Bahkan dia pernah nekat kabur dari Pondok Pesantren itu. Sayangnya, kelakuan Afa tertangkap oleh salah satu pengurus, dan akhirnya harus berurusan dengan Kyai Ali Ahmadi pemimpin Pondok Pesantren Rohmatul Qur'an.
"Coba dulu Abah nggak mau mondok kan aku, mungkin aku nggak akan bersikap seperti ini. Aku ingin seperti teman teman SMP-ku yang dulu, Bah. Bebas ke mana saja dia suka, aku bosan di sini. Benar-benar seperti penjara."
"Afa..!! Kamu ngomong apa sih. Ini semua Abah lakukan hanya untuk Afa. Abah dan ibu hanya ingin yang terbaik untuk kamu. Nak..!! di sini kamu bisa mendapatkan ilmu agama yang banyak dan terbaik dari yang lain."
"Terbaik dari mana? aku dikurung di tempat seperti ini. Apa apa harus ngantri, hidup penuh aturan. Pokoknya Afa mau keluar dari Pondok ini."
Sepertinya semua nasehat dari Abahnya tak digubris oleh Afa. Seperti masuk telinga kanan dan ke luar telinga kiri, Afa tak masuk sekolah, Izinya jatuh sakit dan harus beristirahat di unit kesehatan pondok (UKP). Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari UKP.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam. Ustadzah ada apa?"
"Ayo, nak ringkesi bajumu. kamu sudah dijemput oleh pamanmu."
"Kok Paman, dzah? Abah sama ibu mana?"
"Paman mu sudah menunggu di ruang tamu."
Setelah perjalanan menuju rumahnya Afa bertanya-tanya dalam hatinya apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan saat ia bertanya kepada pamannya tak terucap sepatah kata pun terlontar dari bibir pamannya. "Paman tak harus berbohong padaku, aku bukanlah orang sakit".
Pamannya terdiam walaupun harus digetarkan oleh seribu tangan Afa. Beberapa meter dari rumahnya, dia melihat orang-orang berkumpul di sana. Wajah mereka menampakan gurat gurat kesedihan. Diantara mereka terdapat anak family nya juga, jantungnya berdegup kencang. Kakaknya bergegas menghampiri Afa dan membawanya masuk ke rumah.
"Ada apa ini? Kok rame banget..??"
Tiba-tiba, di depannya terlihat seorang terbujur kaku yang dikelilingi oleh orang. Afa sengaja menyentuh kain batik itu. "Jangan sampai ini...? Secepat mungkin dia buka kain batik di hadapannya. "Ini bukan Abah..... Ini bukan....!!!! Abah, Aku tak ingin Abah pergi karena aku yang seperti ini". Sesal Afa, dirinya tak menyangka Abah pergi secepat itu. Terlalu banyak dosa yang ia lakukan pada Abah nya, Siang itu abahnya dimakamkan. Afa teringat akan pesan abahnya sewaktu beliau hidup bahwa ia tak boleh manja dan harus belajar lebih giat serta bisa membanggakan Abah dan Ibunya.
Semenjak kepergian Abahnya, Afa mulai menampakan perubahan sikapnya, kini ia tak lagi membolos, melanggar peraturan, dan memberontak. Namun, Afa selalu terlihat murung dan selalu menyendiri.
"Sudah Afa, tak usah diratapi, hidup itu harus dijalani. sekarang saatnya kamu bikin Abah mu bangga mempunyai anak seperti Afa. Afa sekarang sudah lebih baik dari yang dulu, tetap tersenyum meski apapun itu yang terjadi". kata Aqila.
Kata-kata Aqila yang membuat semangat Afa kembali muncul. Aqila yang selama ini selalu memberi motivasi bagi Afa kini Aqila adalah sahabat terbaik yang selalu menemani Afa melalui masa sulit nya.
Hingga di suatu saat persahabatan mereka hancur karena sesuatu ketika ada gambaran anak yang tidak ikut tartilan Pondok termasuk di dalamnya Aqila. Ustadzah meminta Afa untuk mencatat nama-nama mereka, akhirnya mereka dihukum oleh ustadzah. Sementara itu, Aqila marah dan tak lagi mempedulikan Afa. Aqila telah terpengaruh oleh hasutan mereka untuk melanggar peraturan Pondok Pesantren dan lebih memilih berteman dengan segerombolan anak tersebut. Suatu saat terdengar kegaduhan dari aula atas.
"Heh, Afa. Udah sok jago kamu ya."
"Udah berani sama kita ya."
" Ya...ya....!!! Yang udah jadi alim, terus berani sama kita. Nggak ingat apa dulu kamu tuh siapa...?? Daasar preman pondok.
"Afa Aku kecewa sama kamu". Kata Aqila. Segala caci maki terlontar dari bibir segerombolan anak tersebut, bahkan mereka tak hanya mencaci maki, bahkan mereka berani menarik kerudung Afa dan melemparnya dengan bantal. Afa hanya bisa menangis tak ada yang berani menolong lantaran teman-teman satu awalnya telah diancam oleh mereka. Mendengar keributan tersebut, datang pengurus melerai permasalahan tersebut dan segera membawa ke ndalem Bu Nyai.
Dalam hatinya ia berkata. "Abah, maafkan Afa, mungkin ini karma buat Afa yang durhaka pada Abah. Dulu Afa tak mau mendengarkan nasehat Abah tapi sekarang aku janji akan tetap membuat Abah dan Ibu bangga. Afa harus tetap semangat ingat kata Abah tak boleh manja."
Setelah kejadian itu tak ada lagi santri yang melakukan hal-hal yang seperti itu. mereka dikeluarkan dari Pondok Pesantren Rohmatul Qur'an termasuk Aqila sahabat Afa. Sebelum terpisah Aqila menulis surat yang berisikan minta maaf.
"Afa, maafkan aku yang selama ini bersikap kasar sama kamu. Aku nggak tahu kenapa aku bisa jadi seperti ini. Kuharap kau masih mau menganggapku sebagai sahabat walaupun ku bukan lagi sahabat yang terbaik untukmu. Selalu ingat prinsip kita tetap tersenyum apapun yang terjadi'".
Afa meneteskan air mata membaca surat itu, dia tak mampu lagi membendung kesedihannya. Kini Afa lebih baik menjalani hidupnya sendiri. Bahkan dia terpilih sebagai ketua Pondok Pesantren Putri Rohmatul Qur'an. Lika-liku hidupnya sanggup iya jalani berkat kegigihannya untuk membanggakan Abah dan Ibunya.
Dan predikat tersebut kini disandangnya. Iya berhasil menjadi santri teladan se-Jawa Tengah setelah melalui proses yang begitu panjang.
"Afa sekarang bukanlah Afa yang bandel, pembangkang, dan yang pasti bukan preman Pondok lagi. Tapi Afa sekarang adalah seorang santri yang patuh pada Kyainya, Ustadzah nya."
Tiba-tiba, di depannya terlihat seorang terbujur kaku yang dikelilingi oleh orang. Afa sengaja menyentuh kain batik itu. "Jangan sampai ini...? Secepat mungkin dia buka kain batik di hadapannya. "Ini bukan Abah..... Ini bukan....!!!! Abah, Aku tak ingin Abah pergi karena aku yang seperti ini". Sesal Afa, dirinya tak menyangka Abah pergi secepat itu. Terlalu banyak dosa yang ia lakukan pada Abah nya, Siang itu abahnya dimakamkan. Afa teringat akan pesan abahnya sewaktu beliau hidup bahwa ia tak boleh manja dan harus belajar lebih giat serta bisa membanggakan Abah dan Ibunya.
Semenjak kepergian Abahnya, Afa mulai menampakan perubahan sikapnya, kini ia tak lagi membolos, melanggar peraturan, dan memberontak. Namun, Afa selalu terlihat murung dan selalu menyendiri.
"Sudah Afa, tak usah diratapi, hidup itu harus dijalani. sekarang saatnya kamu bikin Abah mu bangga mempunyai anak seperti Afa. Afa sekarang sudah lebih baik dari yang dulu, tetap tersenyum meski apapun itu yang terjadi". kata Aqila.
Kata-kata Aqila yang membuat semangat Afa kembali muncul. Aqila yang selama ini selalu memberi motivasi bagi Afa kini Aqila adalah sahabat terbaik yang selalu menemani Afa melalui masa sulit nya.
Hingga di suatu saat persahabatan mereka hancur karena sesuatu ketika ada gambaran anak yang tidak ikut tartilan Pondok termasuk di dalamnya Aqila. Ustadzah meminta Afa untuk mencatat nama-nama mereka, akhirnya mereka dihukum oleh ustadzah. Sementara itu, Aqila marah dan tak lagi mempedulikan Afa. Aqila telah terpengaruh oleh hasutan mereka untuk melanggar peraturan Pondok Pesantren dan lebih memilih berteman dengan segerombolan anak tersebut. Suatu saat terdengar kegaduhan dari aula atas.
"Heh, Afa. Udah sok jago kamu ya."
"Udah berani sama kita ya."
" Ya...ya....!!! Yang udah jadi alim, terus berani sama kita. Nggak ingat apa dulu kamu tuh siapa...?? Daasar preman pondok.
"Afa Aku kecewa sama kamu". Kata Aqila. Segala caci maki terlontar dari bibir segerombolan anak tersebut, bahkan mereka tak hanya mencaci maki, bahkan mereka berani menarik kerudung Afa dan melemparnya dengan bantal. Afa hanya bisa menangis tak ada yang berani menolong lantaran teman-teman satu awalnya telah diancam oleh mereka. Mendengar keributan tersebut, datang pengurus melerai permasalahan tersebut dan segera membawa ke ndalem Bu Nyai.
Dalam hatinya ia berkata. "Abah, maafkan Afa, mungkin ini karma buat Afa yang durhaka pada Abah. Dulu Afa tak mau mendengarkan nasehat Abah tapi sekarang aku janji akan tetap membuat Abah dan Ibu bangga. Afa harus tetap semangat ingat kata Abah tak boleh manja."
Setelah kejadian itu tak ada lagi santri yang melakukan hal-hal yang seperti itu. mereka dikeluarkan dari Pondok Pesantren Rohmatul Qur'an termasuk Aqila sahabat Afa. Sebelum terpisah Aqila menulis surat yang berisikan minta maaf.
"Afa, maafkan aku yang selama ini bersikap kasar sama kamu. Aku nggak tahu kenapa aku bisa jadi seperti ini. Kuharap kau masih mau menganggapku sebagai sahabat walaupun ku bukan lagi sahabat yang terbaik untukmu. Selalu ingat prinsip kita tetap tersenyum apapun yang terjadi'".
Afa meneteskan air mata membaca surat itu, dia tak mampu lagi membendung kesedihannya. Kini Afa lebih baik menjalani hidupnya sendiri. Bahkan dia terpilih sebagai ketua Pondok Pesantren Putri Rohmatul Qur'an. Lika-liku hidupnya sanggup iya jalani berkat kegigihannya untuk membanggakan Abah dan Ibunya.
Dan predikat tersebut kini disandangnya. Iya berhasil menjadi santri teladan se-Jawa Tengah setelah melalui proses yang begitu panjang.
"Afa sekarang bukanlah Afa yang bandel, pembangkang, dan yang pasti bukan preman Pondok lagi. Tapi Afa sekarang adalah seorang santri yang patuh pada Kyainya, Ustadzah nya."
Dan santri yang bisa mengharumkan nama Pondok nya serta Afa yang sekarang adalah Afa yang bisa membanggakan Abah dan Ibu. Semua yang Afa lakukan hanya untuk Abah tersayang, semoga Abah bisa tersenyum di sana. Aku harus bisa tetap tersenyum apapun yang terjadi. Afa sayang sama Abah."
Penulis: Nur Afifah
0 Komentar