Kesejahteraan Oligarki di Atas Jeritan Rakyat


Setiap negara di dunia, baik yang demokratis ataupun non-demokratis dikuasai oleh sekelompok elite dengan jumlah 1-2% dari total penduduk, Dalam bahasa latin “olig” berarti “few” atau sedikit dan “arki” berarti aturan atau sistem kekuasaan, sehingga oligarki dapat disimpulkan sebagai “rule by the few”.Artinya, pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elite kecil masyarakat, ini dibedakan melalui kekayaan, keluarga maupun militer.

Oligarki sulit dihilangkan karena kelompok ini menguasai sumber daya atau “power resources” yang berupa uang, status atau posisi, media, pendidikan tinggi, akses aparatus koersif, jaringan antar oligarki yang saling melindungi antar ancaman luar sehingga perubahan yang paling mendasar dalam transisi negara berkembang ke negara maju adalah tentang menjinakkan oligarki, termasuk oligarki media. Sumber daya yang dimiliki oligarki diduga memengaruhi kekuasaan dan kebijakan yang relatif tidak pro rakyat. Di Indonesia landscape oligarki media dari Orde Baru ke pascareformasi pun berubah. Termasuk seluruh kestabilitasan ekonomi suatu negara, khususnya Indonesia dalam hal BBM diatur oleh para petinggi tanpa adanya transparansi.

BBM merupakan salah satu pendukung paling penting dalam kehidupan sehari-hari, isu kenaikan harga BBM pertamax sungguh meresahkan warga apalaginaik nya juga tidak sedikit, hal ini jika terjadi akan berdampak sangat besar ke semua sektor seperti sandang dan pangan, dapat juga menyebabkan inflasi yang cukup besar dan tentunya membuat kepanikan di masyaraka. Kemungkinan terparahnya, masyarakat bisa saja turun ke jalan dengan massa yang cukup besar akan hal itu.

Pemerintah tidak bisa sendirian dalam mengkaji dan mengevaluasi harga BBM, tentu diperlukan kerja sama yang kuat antara masyarakat dan pemerintah karena BBM merupakan salah satu pendukung utama dalam kehidupan sehari-hari, Dalam jangka waktu tertentu bahan pokok akan mengalami suatu kenaikan atau penurunan harga. Kenaikan harga bahan pokok merupakan salah satu pengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Bahan pokok yang paling sering mengalami kenaikan harga biasanya adalah beras, sehingga memicu bahan pokok lain mengalami kenaikan.

Banyak masyarakat mengeluh karena tidak dapat membeli bahan makanan sepertisaat sebelum harganya naik. Kenaikan harga bahan pokok sangat dirasakan oleh rakyat menengah kebawah, sedangkan untuk rakyat menengah keatas tidak begitu merasakan karena mereka masih mampu untuk membelinya.Kenaikan harga ini yang akan memicu naiknya tingkat kemiskinan di Indonesia. Meroketnya harga bahan pangan bukanlah kali pertama, namun sepertinya pemerintah belum siap mengantisipasi fenomena ini, sehingga hal ini terus terjadi berulang kali. Penyebab meroketnya harga di antara lain karena kurangnya stok pangan, terjadi kekeringan, serangan hama, distribusi yang tidak merata, sampai terjadinya penimbunan barang.

Rakyat jelata yang menjerit, akibat dari para petinggi yang mandi duit. Apakah pemerintahan ini sudah dibutakan dengan gemerlap kekasaan. Seandainya hal ini terus menerus dibiarkan, maka negeri ini akan menciderai sistem konstitusi dan kesejahteraan, sehingga menjadikan sistem yang baik, hanyalah sound system.

Kita bisa melihat, indonesia sekarang ini sedang tidak dalam keadaan sehat. perekonomian melambung tinggi, para cukong pemerintahan makin membabi buta, ribuan wacana tak ada suara yang menunjukkan eksistensinya. Para Wakil Rakyat lebih mementingkan istilah cuan, ketimbang meringankan jeritan rakyat kecil. Lalu kita yang menamai diri sebagai “MAHASISWA” apakah hanya diam dan membisu?.

Pemerintahan seakan tenang-tenang saja, karena jarang ada pemberitaan yang mendasar tentang berbagai kejadian yang menyengsarakan masyarakat. Hal itu terjadi karena kebanyakan media massa yang biasa terjun dalam bidang kritik pemerintah kini dibekuk, dan dibatasi aksesnya dalam membuat berita. Kita bisa mengatakan bahwa pemerintahan ini sebagai “Era Soeharto Jilid 2”

Masih banyak sekali kejadian di kalangan elit politik yang ditutupi. Di manakah titik kebenaran dari kemerdekaan negeri ini. Marilah tingkatkan intelektual kita. Kini musuh kita sebagai rakyat bukan lagi antek-antek belanda yang bertopi tinggi. Namun, keegoisan dan keserakahan para petinggi negeri yang harus kita lucuti, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam Indoonesia ini.        

Penguasa di Indonesia, yang secara umum lebih konsen dan serius menangani konsep kesejahteraan rakyat tersebut sebenarnya adalah rezim Orde Baru dibawah Soeharto. Dalam strategi Pembangunan Nasional rezim Soeharto, banyak sekali jargon berkaitan dengan kesejahteraan rakyat yang dikedepankan. Pembangunan yang dilakukan Soeharto berdasarkan pada aspek kesejahteraan rakyat, ekonomi rakyat, koperasi, Inpres desa tertinggal, transmigrasi dan masih banyak lainnya program yang pro kesejahteraan rakyat.

Berbeda dengan rezim Soeharto, rezim Habibie hanya secara singkat berkuasa. Habibie mengeluarkan konsep masyarakat madani walau belum begitu tuntas dilaksanakan. Rezim Megawati juga dapat dikatakan memiliki program pro rakyat yang kurang. Hal yang menarik perhatian publik secara umum dari rezim Megawati adalah ia anak Pemimpin Besar Revolusi Soekarno dan PDIP mendeklarasi sebagai Partai wong cilik, namun mengenai program kesejahteraan rakyat, program pro rakyat sayup-sayup terdengar dan nampak kurang jelas terprogram.

Demikian pula dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang disegani, belum banyak berbuat bagi rakyat secara langsung karena kekuasannya sangat singkat, dan berhenti di tengah jalan. Walau secara tidak langsung kekuasaan Gus Dur yang singkat itu berdampak baik bagi banyak regulasi, khususnya bagi masyarakat minoritas dan kelompok yang tertindas. Ketika Gusdur berkuasa tidak begitu nampak program pro rakyat, sebagaimana dengan Partai kebangkitan Bangsa (PKB) ada jargon yang menarik ‘membela yang benar’ merupakan motor kuat dukungan rakyat pada rezim ini, terutama karena dilatarbelakangi rezim sebelumnya yang tidak begitu nampak mana yang benar dan mana yang tidak benar. Selanjutnya adalah Rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kekaleman, kesopanan, kesantunan mengedepan sebagai jargon politik utama. Hal yang menarik pembangunan pada rezim SBY lebih nampak dari atas, tidak terdapat program-program yang mengedepankan kesejahteraan rakyat secara masal. Pada rezim SBY ini memang pembangunan adalah untuk rakyat tetapi program pro rakyat tetap dimensi pemerintah atau negara yang mengemuka.

Rezim SBY disibukkan dengan kebijakan pembangunan yang pro ‘sibuk dengan urusan sendiri’, sibuk dengan pendapatan negara, disibukkan dengan menaikkan gaji Pegawai, dan sebagainya. Terdapat program KUR dan PNPM mandiri dan program lainnya seperti pembagian Gas gratis tetapi program yang berdimensi dan berbobot penangananya bagi, untuk rakyat sendiri sangat minim

Bagaimana dengan rezim Jokowi? Pemerintahan Jokowi ini paling amburadul, dari sisi ketatanegaraan, ketataperintahan, administratur negaranya juga buruk sekali, begitupun manajemennya. Pemerintahan Jokowi menjadi rezim gemar berhutang yang sebagian besarnya digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur. Proyek Kereta Cepat China dan pemindahan Ibukota misalnya, sangat mengancam dan dapat menjadi beban sangat berat bagi negara ini.

Lepasnya 49 % saham Bandara Kualanamu ke pihak India adalah sinyal buruk. Otoritas pengelolaan telah bergeser. Ini menyangkut penggerusan kedaulatan negara atas pelabuhan udara. Perpres No 32 tahun 2O20 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas membuka peluang bagi badan hukum asing untuk mengelola aset negara. Ketika rakyat tak berdaya untuk mencegah, maka posisinya hanya melihat kerja yang dilakukan oleh Pemerintah. Dengan tingkat kepercayaan rakyat rendah para Menteri Kabinet Jokowi menunjukkan kinerja yang belepotan. Koordinasi Presiden juga buruk. Menteri Keuangan tak bisa menutupi fakta atas ketidakmampuan atau kegagalannya. Citra sebagai Menteri Keuangan yang hebat telah pupus.

Akankah kita terus percaya dengan lagu-lagu istana? Sangat jelas, kesengsaraan rakyat tercipta olehnya. Pemerintah tidak akan berbuat baik, maka kita harus memaksa mereka untuk melakukannya. Adakah kegelisahan kita, berbuah aksi nyata untuk bersama menuju kata “merdeka” yang sesungguhnya? Tangisan tak berkesudahan akibat dari serangkaian pemerintah yang penuh akan kedzoliman, atas nama cinta yang hilang, panjang umur pejuangan!

0 Komentar