Sumpah Pemuda: PMII Sebagai Hakikat Ujung Tombak Perjuangan dan Refleksi Diri


Rabu 28 Oktober 2022, bertepatan dengan hari sumpah pemuda. Sejarah mencatat tidak ada perubahan besar untuk kemajuan bangsa di Indonesia maupun dunia, tanpa peran dan sumbangsih pemuda. Boleh dikatakan jika tanpa pemuda, mustahil Indonesia bisa merdeka.

Di sini kita bisa melihat betapa besarnya peran pemuda dalam kemerdekaan Indonesia, pantas jika dikatakan pemuda adalah penentu maju mundurnya suatu negara. Sebab, terbukti sejak dulu kala, sekarang dan yang akan datang sesuai dengan fitrahnya pemuda merupakan tulang punggung negara, penerus estafet perjuangan terhadap bangsanya.

Sebagai bukti, karya dari seniman seperti  W.R. Supratman pengarang dan pencipta lagu kebangsaan Indonesia dengan judul ‘’Indonesia Raya’’ dan lagu kebangsaan ‘’Gugur Bunga’’ karya Ismail Marzuki yang sama-sama mengandung nilai perjuangan. Ini menandakan para pemuda hari ini harus ‘’tahu diri’’, menyadari peran kemampuan dan porsinya masing-masing. Yang semuanya itu mempunyai peranan yang sangat penting demi terciptanya Negara Kesatuan Republik Indonesia  (NKRI). Sungguh ironis ketika banyak pemuda yang tidak mampu memahami apa makna yang ada dibalik peristiwa sumpah pemuda yang digaungkan ketika kongres pemuda II, bahkan menganggap momen sumpah pemuda sebagai ceremonial belaka. Padahal, pada masa itulah titik awal dimana Bangsa Indonesia di deklarasikan dengan prosesi yang penuh pengorbanan darah, jiwa dan raga, sehingga kita dapat menikmatinya kini.

Saya teringat tatkala membaca buku INILAH JIHADKU karya Muhammad Zulfikar Rakhmat. Pada intinya buku itu menceritakan perjuangan seorang bocah difabel yang di lahirkan dengan keterbatasan, tanpa saraf tangan dan ujung lidah yang tidak berfungsi sempurna seperti boneka tanpa nyawa. Ia berjuang bagaimana agar bisa mendapatkan pendidikan di tempat sekolah yang normal. Dan ternyata itu bukanlah mimpi belaka,walaupun cobaan , tantangan dan rintangan terus menghujam, ia berhasil mendapatkan pendidikan normal hingga sampai melanjutkan pendidikannya ke Qatar. Sampai disini bisa kita ambil poin penting. bahwa kita semua yang sehat secara fisik jangan sampai kalah semangat berjuang untuk kemajuan diri dan kemajuan bangsa.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu representasi pemuda hari ini yang terwadahkan dalam satu organisasi mahasiswa. Dengan berlandaskan nilai-nilai ahlu sunnah wa aljama’ah. PMII dapat bertindak dan bergerak untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub di dalam tujuan PMII AD/ART bab IV pasal 4, “Terbentuknya pribadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya, serta komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia”.

Sebagai pemuda atau kader PMII yang hidup era sekarang ini, di mana zaman sudah serba digital, tentu keadaan sangat berbeda seperti saat masa penjajahan dahulu. Kala itu pemuda harus mengangkat senjata sebagai wujud perlawanan terhadap kolonialisme atau penjajahan. Namun, semangat dan nasionalisme juang pemuda zaman dahulu tetap bisa diteladeni di masa sekarang, tentu dengan perwujudan berbeda. 

Jika zaman dahulu tugas pemuda adalah membatu mengusir penjajah untuk mendapatkan kemerdekaan, pemuda atau kader PMII sekarang ini dapat mengimplementasikan peranan pemuda dengan nilai-nilai yang dimilikinya, salah satunya adalah tri khidmat PMII, yaitu, taqwa, intelektual dan profesional yang merupakan kapasitas diri yang wajib dimiliki oleh kader PMII. 

Takwa menjadi poin pertama yang harus dipegang teguh oleh kader PMII, perkembangan zaman yang pesat menjadikan kader harus mampu mengontrol diri dan tidak terhempas oleh arus perkembangan zaman. Dalam konteks inilah kualitas takwa menjadi suatu hal urgent yang harus ada pada diri kader. 

Pemahaman tentang ketakwaan, tidak melulu dalam sudut pandang hubungan manusia dengan Allah Swt. Hubungan yang bijak dengan sesama manusia juga dapat diartikan sebagai wujud ketakwaan. Jadi, antara kesalehan vertikal dan kesalehan horisontal harus berjalan secara seimbang.  

Memandang nilai-nilai tersebut selayaknya kader PMII mampu menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari. Selain rajin sholat dan ibadah lain yang bersifat individual ataupun kelompok juga harus bijak dalam berperilaku sosial. Baik itu dalam dunia nyata ataupun dunia maya sekalipun. Misalnya, dalam bermedia sosial, sudah selayaknya kader mampu menggunakannya dengan bijak, tidak mengumbar kebenciaan atau kebohongan publik, berperilaku rasis, seksis dan sebaginya yang mencerminkan perilaku negatif di dalam akun sosial medianya. 

Kemudian peningkatan intelektual juga menjadi suatu keharusan yang wajib dilakukan oleh kader PMII. Di mana kader PMII adalah harapan nyata sebagai generasi penerus bangsa yang akan membangun peradaban Indonesia di kemudian hari. 

Coba kita amati, berapa banyak kader PMII yang baru-baru saja mengikuti aksi tolak BBM? Banyak, bukan? Lalu berapa kader yang betul-betul memahami isu tersebut dan berapa kader yang mengikuti aksi karena dilatarbelakangi propaganda sosial media belaka? Tanpa perlu jawaban, sudah menjadi renenungan kita hari ini bahwa kader PMII mulai kehilangan semangat nilai-nilai intelektualitasnya. 

Setelah takwa dan intelektual, nilai yang harus diterapkan adalah profesional. Tidak sedikit kader yang bisa memposisikan dan membedakan antara kepentingan pribadi dan kepentingan organisasi. Contohnya, banyak kader ketika memiliki masalah pribadi mempengaruhi gerakanya di PMII, dengan tidak mengikuti kegiatan bahkan menghilang dari kegiatan-kegiatan PMII. Hal tersebut menjadi catatan penting sebagai bahan refleksi diri oleh kader PMII. Sudahkan kita menerapkan sikap profesinolisme dalam berorganisasi?

Oleh karena itu, marilah kita implementasikan tri khidmat PMII sebagai wujud refleksi diri dalam memperingati hari sumpah pemuda. Di mana nilai tersebut dapat menjadi modal kita sebagai pemuda untuk mewujudkan cita-cita bangsa dan menentukan peradaban Indonesia kedepanya.

Penulis: Habibur Rohman

0 Komentar