Sebelum Terjun Menjadi Politisi Hebat, Gus Dur Sosok Penulis Produktif


Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah mantan Ketua Umun Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Abdurrahman Wahid adalah pendiri Partai Kebangkitan Bangsa. Abdurrahman Wahid adalah Presiden Indonesia ke-4. Abdurrahman Wahid juga penganjur demokrasi, pluralisme, dan kemanusiaan.

Gus Dur adalah salah satu ulama Indonesia dan sekaligus Presiden Indonesia keempat yang cukup produktif dalam menghasilkan karya tulis. Hingga wafatnya tercatat ada 17 buku yang berhasil beliau buat, belum lagi kaya tulis lain yang beliau buat dalam bentuk jurnal dan lain sebagainya

Hampir semua orang, terkhusus jamiyah NU, tahu benar itu semua. Tapi sebelum semua predikat tersebut melekat padanya, Gus Dur lebih dulu menapaki jalan sebagai intelektual publik.

Jalan itu dimulainya sejak pulang kampung usai kuliah di Irak. Ia rutin diundang seminar dan ceramah, mengajar di Universitas Hasyim Asy’ari, hingga menulis di media massa. Sejak pertengahan 1970-an tulisan-tulisannya mulai terbit secara teratur di majalah Tempo.

Almarhum Syu’bah Asa, redaktur Tempo era itu, mengingat Gus Dur kerap mampir ke kantor redaksi Tempo dan menulis langsung di sana. Saat itu majalah berita mingguan tersebut masih berkantor di Proyek Senen, Jakarta Pusat. Kebetulan pula sang istri Sinta Nuriyah bekerja di majalah Zaman yang kantornya bersebelahan dengan Tempo. Jadi Gus Dur sekalian menjemput istri pulang kerja.

Seringnya Gus Dur datang ke kantor Tempo seperti mampir ke tempat tongkrongan. Gaya pakaiannya selalu santai; berkemeja lengan pendek dengan hanya memakai sandal. Sudah begitu ia selalu melempar lelucon yang membuat awak redaksi tergelak.

Belum sampai satu naskahnya terbit, ia sudah setor naskah lagi. Ia sendiri tak terlalu memusingkan naskahnya bakal terbit atau tidak. Asal ada ide, Gus Dur menulis. Maka itu Tempo menyediakan satu set meja-kursi dan sebuah mesin ketik khusus untuk cucu pendiri NU itu.

“Hampir tiap minggu Gus Dur menulis. Ini, kemudian, diakuinya sendiri di satu wawancara televisi, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sekeluarga. Ada saja idenya. Juga ide yang bagi orang lain sering dianggap sepele, akan ia kemukakan dalam kalimat-kalimat serius, sehingga membuatnya penting,”.

Menelusuri alur pemikiran Gus Dur merupakan kerja ilmiah tersendiri. Pasalnya, tokoh yang satu ini selain melintas, bermain, dan terlibat langsung dalam pelbagai diskursus, kini ia telah menjadi sebuah diskursus itu sendiri. Banyak jalan yang bisa dipakai untuk memahami kompleksitas tingkah laku politik dan gaya unik aktifitas Gus Dur lainnya. Di samping menengok historisitas perjalanan hidup Gus Dur, hal paling lumrah dan jamak dilakukan peneliti adalah membaca akar epistemologis dan jalan pikirannya melalui uraian-uraian tertulis yang tersebar dalam bermacam bentuk tulisan. Mengingat, Gus Dur sendiri terkenal sebagai penulis produktif bercakupan luas yang turut menyesaki ruang media nasional.

Salah satu kecerdasan Gus Dur adalah keinginannya untuk selalu mencari dataran-dataran baru yang bisa menjadi titik temu bagi berbagai perbedaan. Tetapi titik temu yang dimaksud bukanlah sesuatu yang final. Ia hanya sebagai sebuah tempat untuk titik tolak yang darinya dapat diupayakan jawaban-jawaban baru yang lebih kreatif.  

0 Komentar