Refleksi Hari Lahir Pancasila: Jembatan Emas menuju Civil Society Kaffah Berkah



Salam Pergerakan!

Salam Pergerakan!

Salam Pergerakan!

Benar, salam ikonik yang lamat-lamat mendekati garis kepunahan.


Mengawali dengan salam berapi-api, mari kita merengung-insafi bersama peristiwa lampau yang saat ini diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Dalam kesempatan ini tidak akan bercerita atau mereportase ulang kejadian ketika Bapak Proklamator presentasi pada sidang BPUPKI layaknya mahasiswa semester akut yang berkeringat dingin karena nuansa ekstrim sidang munaqosah.


Pembaca budiman dan budiwoman, apakah yang dinamakan merdeka? Mengutip risalah "Mencapai Indonesia Merdeka" yang ditulis Bung Karno pada tahun 1933, beliau mengungkapkan, bahwa kemerdekaan, politieke onafhankelijkheid, political independence, tak lain dan tak bukan, ialah suatu jembatan, satu jembatan emas. Di seberangnya jembatan itulah kita menyempurnakan masyarakat.


Seperti halnya negara adikuasa di belahan dunia, masyarakat pra-kemerdekaan sibuk dengan hal remeh-temeh dan empreh. Seperti duluan ayam atau telur, keharusan gemar teoritis atau praktis, satu atau dua pilih aku atau dia yang engkau cinta, dan seterusnya.


Nah, iklim yang sedemikian zwaarwichtig serta njelimet bukanlah iklim yang sehat bagi jiwa enom-enoman yang klimprak-klimpruk, ogak sat-set, dan punya hobi ongkang-ongkang kaki serta doyan bucin-bucinan, mulai bangun tidur hingga tidur lagi macam anda-anda semua.


Kondisi tersebut perlu ditransformasi-hijrahkan. Selepas "menyeberangi jembatan emas," barulah memulai mendidik, menata, membangun, dst.

Habis itu, bagaimana langkah selanjutnya? Meruwat dan merawat adalah jawabannya. Arab-Rusia-Amerika-Inggris setelah meraih kemerdekaan, Rakyatnya sanggup mempertahankan negaranya.


Artinya, kalau ada kecakapan lain, tentu lebih baik, tetapi manakala, sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darah sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, semua siap-sedia mati mempertahankan tanah air, maka bangsa tersebut telah masak untuk berjaya dan termasyhur.


Sahabat/i, tiada kerugian bagi kalian ketika fokus pada tujuan daripada tugas. Memang sejarah tidak pernah berubah, tetapi sejarah tidak pernah gagal memberikan ibrah. Pancasila adalah warisan krusial dari leluhur bangsa. Namun, Pancasila akan menjadi "Pancasial" bagi penipu culas, serta para sialan yang berkeliaran.



Disadur dari "Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) - Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945–22 Agustus 1945." Cer. 1, Edisi IV —Jakarta : Sekretariat Negara RI, 1998.

0 Komentar