Pertumbuh-kembangan Otak, Karmin, Petis, dan UU kehujanan yang Tidak Terpayungi Hukum

 


Acap kali kealaman atau prahara yang tersebar–baik di jagat raya maupun jagat maya–memecah heningnya akal cendekiawan dan damainya kalbu rohaniawan. Reaksi dari tragedi di atas, bersyukur atau berkufur adalah hak Anda. Kalau boleh menyarankan, sebagai sesama kaum cuti nalar yang tersesat, sikap bodo amat adalah pilihan tepat. 


Tersinggung? Iyyaaa! Manaa pateennn! 

Pergumulan ide & pertarungan pendapat dengan bekal minim literasi, disokong arogansi membabi buta adalah pemandangan yang sedemikian membudaya. Hal tersebut sudah untung. Di era ledakan informasi dan big data masih saja dijumpai oknum ketika diserukan padanya "Ayok ngaji" yang spontan ditimpali "emoh!". Dengan tanpa malu sudah menampakkan kebodohannya yang membodohkan. Na'udzu billahi min dzalik.



Adalah kodrat manusia yang diuji dengan akal dan nafsu, ketika dihadapkan problem karmin, petis, dan payung hukum ditemui berbagai respon dan tanggapan seperti di atas. Minimal tidak diam atau mendiamkan. Lain perkara ketika memilih diam sebab belum paham problem secara mendetail. Perlu diketahui, segala pertanyaan tidak harus dijawab dan tidak butuh jawaban. Ciri-ciri kebodohan adalah menjawab menjawab semua pertanyaan, menceritakan semua yang dilihat, dan menyebut semua yang diketahui. 


0 Komentar