إِذَا أَحْسَسْتَ بِالْأَلَمِ فَأَنْتَ حَيٌّ، أَمَّا إِذَا أَحْسَسْتَ بِالْأَلَمِ الْأَخَرِيْنَ فَأَنْتَ إِنْسَانٌ





Alkisah, sebuah negeri adidaya dengan dermaga raksasa sebagai kebanggaannya, hiduplah sekelompok adijana yang dikaruniai adiwidia & adiratna. Jumlah mereka tak sebanyak ekspektasi anda kepada si dia, tetapi torehannya dalam merepresi sekaligus menyudahi adilaga berkelanjutan di negaranya membuat kawan pada naksir dan musuh ketar-ketir. Paan tuh? Panggil saja mereka guru ngaji. Eh, maksudnya juru aksi.




Namun sayang beribu sayang. Pergerakan luhur mereka lamat-lamat mulai keropos dan dipertentangkan penduduk negeri adidaya. Diperparah lagi lawan abadi juru aksi, "Sang Masa" berafiliasi dengan birokrasi. Juru aksi terdesak, terpojok, tertampar, terluka, terkapar, terberai. Mereka tidak dianggap sebagai bagian dari negeri, dan puncak dari keterpurukan ketika kepercayaan penduduk negeri atas juru aksi memudar. Satu per satu anggota juru aksi terhasut bujuk-rayu Sang Masa.

Arah pergerakan diperbaru-tataulang. Pola dan formula dimuncul-padukan. Pimpinan tertinggi bersama majelis pembina berintegrasi. Jutaan eksperimen dilewati. Simpatisan turut mengiringi langkah pasti. Hingga pada percobaan ke-19601960 kali, hal ajaib terjadi. 


Para juru aksi bertanya dan mempertanyakan. "Kenapa kita dijuluki juru aksi?", "Bagaimana menjadi juru aksi yang hakiki?", "Mampukah kita menumpas sang Masa?", "Tanggung jawab besar apa yang mesti diemban oleh seorang juru aksi?".

Semenjak awal debutnya, juru aksi tak jauh-jauh dari aksi; menghapal-ingatkan, membaca diri-sosial-wacana, jual-beli pendapat-gagasan, 
Implementasi pengetahuan, penguatan daya ingat, pengayaan literatur, analisis, pengambilan konklusi, terbuka pada kritik, evaluasi, menginisiasi.

Sekurang-kurangnya 2 variabel perlu tertancap pada seorang insan agar menjadi juru aksi hakiki. Pertama, juru aksi tidak  kuasa menyaksikan pembungkam-derita-tindasan. Kedua, bertolak dari keresahan tadi mengerucut pada pembebasan belenggu, sekecil apapun nilai maupun dampaknya.




Karena dengan merasakan sakit adalah pertanda kehidupan. Sedangkan merasakan sakit pada yang lain adalah pertanda kemanusiaan.

Mengenai kesanggupan menumpas sang Masa, ibarat pungguk merindukan bulan. Sang Masa senantiasa menyertai juru aksi, penduduk negeri, birokrasi. Ia sedemikian melebur dalam tiap tarik-hembus napas. Maka cara menanggapi sang Masa adalah dengan menjadi sang Masa itu sendiri. Sang Masa menyukai suasana riang-asyik, maka juru aksi menghadir-suguhkannya. Dan begitu setelahnya.


Terakhir, juru aksi bertanggung jawab apa dan kepada siapa aksinya dipertanggungjawabkan?


Tanggung jawab para juru aksi adalah lebih kurang tidak merugikan. Baik itu pihak, barang, makhluk, sesama juru aksi, penduduk, birokrasi, bahkan bumi.
Juru aksi mau tidak mau, cepat atau lambat, mereka akan diadili. Dan yang memutuskan adalah pribadi mereka masing-masing. Diwartakan, juru aksi sedang melakukan reboisasi. Ya, mencoba menanamkan lagi nilai-nilai. Tidak sebatas pada nilai menuju gelar, tetapi juga pada nilai moral.

Semangat mencintai dirimu. Tidak ada kehidupan yang layak ditempuh selain kehidupanmu sendiri.
Salam pergerakan!

0 Komentar