Ironi Musiman: Lailatul Qadar & Minal Aidin Wal Faizin

Mula-mula, penulis hendak mengucapkan "Selamat Menunaikan Ibadah Puasa" yang ke-sekian kepada seluruh Sahabat/i serta pembaca yang berbahagia. Pada momen spesial yang bersamaan dengan bulan ramadan, penulis hanya iseng-iseng menguraikan kajian singkat yang terselenggara di bulan kehormatan ini. Selamat menikmati, semoga tidak membikin pembaca sakit mata, lebih-lebih batin anda terluka.



Abad 21 selayaknya merengkah tutur pikir dan tutur laku yang mulanya sarat spiritualistik menuju materialistik. Bahkan, lailatul qadar (night of miracle) yang konon lebih mulia dari seribu bulan tak luput dari komersialisasi abad modern ini. Ramai dari manusia modern berebut lailatul qadar–mereka mencarinya ketika beribadah dan di tempat-tempat ibadah. Kemudian muncul pertanyaan, "apa cirinya kalau kita berjumpa dek layla (sapaan mesra lailatul qadar)? Kalau berjumpa dek layla dapat apa?"
Salahkah menanyakan perihal tersebut? Penulis kira tidak, yang demikian adalah level sederhana dalam memaknai lailatul qadar. Hanya perlu didefinisikan ulang.

Sahabat/i PMII yang berjumpa dengan abad 21 sepatutnya tersentak dari definisi usang dek layla; layla yang lebih baik dari seribu bulan. Betulkah dek layla–hanya–bisa dijumpai ketika ramadan saja? Jangan-jangan dek layla tak henti-henti mengintip dari balik genteng sebab teramat malunya ia untuk sekadar bertemu, apalagi mengucap rindu. Nah, mari kita lanjutkan. 



Momen tahunan semacam dek layla dirasa masih rumpang jika tidak menyeret momen lebaran. Kebahagiaan yang mengiringinya tak hanya disambut umat islam, tetapi seluruh umat di dunia; war takjil, bukber, tadarrusan, beli baju baru, pawai/takbir keliling, dsb.

Mantra yang seliweran terucap lisan macam "minal aidin wal faizin" bakal menyihir lisan-lisan lain untuk berlekas menimpali "mohon maaf lahir dan batin". Sekali lagi, Sahabat/i PMII mesti tersentak karena yang demikian kurang dianjurkan. Mantra "minal aidin wal faizin" dinukil dari doa supaya dijadikan sebagai golongan orang-orang yang (terlahir) kembali, nir-luput nir-dosa. Dengan begitu, tergolong sebagai para pemenang (atas hawa nafsu).
Jadi, timpalan yang tepat apa? Istajib Ya Allah, Aamiin.

ٌتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ يَا كَرِيْم
َجَعَلَ اللهُ لَنَا وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْن
ٍكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْر 

0 Komentar